Khamis, 10 Jun 2010

Al Khiyaratus Sha’bah (Pilihan-pilihan Sulit)

Pilih memilih menjadi keseharian hidup ini. Memilih menjadi kegiatan yang sering kita alami. Ia bagian dari hidup manusia. Karena sesungguhnya Allah SWT. menjadikan manusia sebagai makhluk yang boleh menentukan pilihan. Baik dilakukan secara perseorangan ataupun diputuskan secara berkelompok. Meski banyak orang memilih tanpa menetapkan patokan baku. Yang menjadi ukuran hanya atas dasar kecenderungan dan kepentingan. Amat mungkin pilihan itu mudah untuk diputuskan. Namun tidak jarang pilihan yang muncul sulit untuk ditetapkan.

Al Khiyaratus Sha’bah
Paling tidak ada beberapa fenomena yang perlu dipahami dalam menentuk suatu pilihan, sehingga dengan memahami ini maka seseorang dapat melihat dan menentukan pilihan yang terbaik kemudian tidak menyesal setelah menentukan pilihannya.
1. At Tadbirur Rabbani (Rekayasa Allah SWT).
Kadang, pilihan itu datang karena Allah SWT yang memberikannya. Meski kita tidak menyukainya. Seperti terjadinya perang Badar. Awalnya peristiwa ini dirancang hanya sebagai ekspedisi militer untuk menakut-nakuti pasukan Quraisy. Mereka tidak menyangka bahwa kejadian itu akhirnya menjadi perang besar. Lantaran kedatangan pasukan kafir Quraisy maka Allah SWT menghadapkan kaum muslimin untuk menghadapinya.
Orang-orang mukmin pada saat itu sebenarnya tidak menghendaki perang tersebut. Ketidaksiapan mereka akan perang besar itu menjadi kendala besar yang membuat mereka mengajukan pandangan kepada Rasulullah SAW sehingga ada yang berpandangan untuk kembali ke Madinah mengajak kaum muslimin lainnya dengan berbagai perlengkapan dan assesoris peperangan. Akan tetapi bagi Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan tidak ada pilihan lain kecuali berperang. Karenanya tidak ada pilihan lain bagi orang-orang mukmin kecuali menerimanya dengan lapang dada. Meskipun pilihan tersebut tidak mereka sukai.
كَمَا أَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ وَإِنَّ فَرِيقًا مِنَ الْمُؤْمِنِينَ لَكَارِهُونَ
“Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya”. (Al-Anfal: 5).
Hal ini pun sangat mungkin kita alami. Ketika kita menghadapi suatu masalah sering kita tidak menghendaki masalah itu muncul. Malah mungkin kita akan lari meninggalkannya. Tetapi Allah SWT tidak menyukai hal itu sehingga kita harus menentukan pilihan yang memang telah dirancang-Nya buat kita. Dalam menyikapi ini hanya satu yang perlu dikedepankan yakni; berupaya lapang hati menerima pilihan Allah SWT. meski tidak kita inginkan.
2. Al Mabadi al-Imaniyah (Prinsip Keimanan)
Datangnya pilihan, dipandang kebanyakan orang dengan ukuran senang dan tidak. Padahal kesenangan dan kebencian terhadap sesuatu amat relatif ukurannya. Bahkan ia acap sangat temporer. Suatu waktu menyenangkan bisa jadi pada waktu yang lain amat memuakkan.
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. (Al-Baqarah:216)
3. Ma’rifatu Atsaril Khiyarah (Mengenal Resiko Pilihan)
Ketika menentukan pilihan juga harus melihat resiko apa yang bakal diperolehnya agar pilihannya tidak membuat ia celaka. Atau sebaliknya ia perlu mengambil sikap atas pilihannya apakah buruk di dunia atau buruk di akhirat.
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
“Yusuf berkata:” Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk ( memenuhi keinginan mereka ) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”. (Yusuf: 33)
4. Ri’ayatul Junud (Penjagaan Kader Dakwah)
Islam memandang untuk memperhatikan generasi mendatang sebagai pewaris dakwah ini. Maka ketika pilihan itu muncul juga perlu pertimbangan untuk menjaga keutuhan dan kebaikan kader-kader dakwah berikutnya.
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (An-Nisa’: 9)

Ad Dhawabith (nilai-nilai)
Adapun dalam menentukan suatu pilihan perlu adanya dhawabit yang jelas, sehingga dengan dhawabith tersebut kelak yang dipilih oleh seseorang adalah suatu pilihan yang terbaik untuk dirinya dan orang lain, untuk kemaslahatan individu atau orang banyak serta pilihan yang dapat membawa pada kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak
1. Al-Qimmah Ar-Rabbaniyah (Nilai-nilai Ketuhanan)
Untuk menentukan sebuah pilihannya telah diajarkan bahwa patokannya yang dipergunakan adalah nilai-nilai ketuhanan. Bukan berdasarkan kecenderungan dan kepentingan sesaat. Sebagaimana yang diceritakan Rasulullah SAW. tentang Masithah, wanita pembantu istana Firaun yang beriman kepada Allah SWT. yang di eksekusi mati. Saat akan menjalani eksekusinya berupa dimasak di kuali besar minyak goreng yang mendidih. Masithah ragu untuk ke depan tempat eksekusinya. Sang anak mengingatkan wahai ibu tempat itulah kemuliaan kita.
2. Istimrariyatud Da’wah (Kesinambungan Dakwah)
Pada masa Rasulullah SAW. Banyak para sahabat yang ingin mendeklarasikan keislamannya. Akan tetapi beliau melarangnya lantaran hal itu dapat berakibat lebih buruk bagi sahabat lainnya yang tidak mampu menahan ganasnya siksaan. Rasulullah saw melihat kelangsungan dakwah di kemudian hari sehingga para sahabat diminta untuk tidak menyatakannya atau kembali ke kampung halaman agar dapat mendakwahkan Islam kepada masyarakatnya. Seperti yang diperintahkan beliau kepada abu Dzar Al Ghifari.
3. Al Mashalihul Ammah (Kemashalahan Bersama)
                                                                   al-ikhwan.net

Tiada ulasan:

Catat Ulasan